KAIFIAT THAHAROH



I.          KAIFIAT THAHARAH  (BERSUCI)
a.      Najis dan Tatacara Thaharahnya
1.      Pengertian Thaharah
Taharah menurut bahasa, artinya bersih atau bersuci, sedangkan menurut istilah, taharah adalah menyucikan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis dengan cara yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Islam sangat menganjurkan kepada umatnya agar selalu dalam keadaan bersih dan suci. Orang-orang yang sanggup menjaga kesuciannya sangat dicintai Allah.
2.      Macam-MacamTaharah
Taharah dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø  Taharah dari najis, yang berlaku untuk badan, pakaian, dan tempat. Cara menyucikannya dengan air yang suci dan menyucikan, yang biasa disebut air mutlak.
Ø  Taharah dari hadas, yang berlaku untuk badan, seperti mandi, wudu, dan tayamum.
3.      Pengertian Najis
Menurut bahasa, najis artinya kotor. Menurut istilah, najis adalah segala sesuatu yang dianggap kotor menurut syara’ (Hukum Islam). Suatu benda atau barang yang terkena najis disebut mutanajjis. Benda mutanajjis dapat disucikan kembali, misalnya pakaian yang kena air kencing dapat dibersihkan dengan cara menyucinya. Berbeda dengan benda najis, seperti bangkai, kotoran manusia dan hewan tidak dapat disucikan lagi, sebab ia tetap najis. Kotoran adalah segala sesuatu yang kotor atau tidak bersih. Tidak semua yang kotor selalu dikatakan najis, misalnya daki di badan, ketombe di kepala, noda air kopi atau sirop, dan sebagainya. Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (jima’), ia dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu atau tayamum dan hadats besar dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda tersebut suci.
4.      Pembagian Najis dan Macam-Macam Najis berdasarkan Pembagiannya
Dalam ilmu fikih, najis dibagi menjadi empat, yaitu:
Ø  Najis berat atau najis mugallazhah, yaitu najis yang harus dicuci sampai tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya menggunakan debu yang suci atau air yang dicampur dengan tanah. Contohnya air liur anjing.
Ø  Najis sedang atau najis mutawassithah, yaitu najis yang dicuci dengan cara menggunakan air mutlak sampai hilang bau dan warnanya.
Najis mutawassithah dibagi menjadi:
Ø  Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih terlihat zatnya, warnanya, rasanya, maupun baunya. Cara menyucikannya dengan menghilangkan zat, warna, rasa dan baunya.
Ø  Najis hukmiyah, yaitu najis yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zatnya, baunya, rasanya, dan warnanya, seperti air kencing yang sudah mengering.
Ø  Najis ringan atau najis mukhaffafah, yaitu najis yang dapat disucikan dengan memercikkan atau menyiram air di tempat yang terkena najis. Contohnya: air kencing bayi yang belum makan apa-apa kecuali air susu ibu. Najis yang dimaafkan atau najis ma‘fu, yaitu najis yang dapat disucikan cukup dengan air, jika najisnya kelihatan. Apabila tidak kelihatan tidak dicuci juga tidak apa-apa, karena termasuk najis yang telah dimaafkan. Misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air di lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.
5.      Tatacara menyucikan Najis
Ada bebrapa cara yang perlu diperhatikan dalam hal bersuci dari najis, yaitu sebagai berikut:
Ø  Barang yang kena najis mughalazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
Ø  Barang yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis tersebut.
Ø  Barang yang terkena najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara dibasuh sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, baud an rasa) itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiah cara menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi.
b.      Hadas Kecil dan Tatacara Thaharahnya
1.      Pengertian hadas
Secara bahasa, hadas berarti kejadian atau peristiwa. Sedangkan menurut istilah sayr‘i hadas berarti kejadian-kejadian tertentu pada diri seseorang yang menghalangi sahnya ibadah yang dilakukannya. Orang yang berhadas dan mengerjakan salat, maka salatnya tidak sah.
Rasulullah saw. bersabda: Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kamu jika berhadas, sehingga berwudu.” (HR. al Bukhari dan Muslim).
2.      Macam-macam Hadas
Hadas dibagi menjadi dua yaitu hadas kecil dan hadas besar :
Ø  Hadas kecil: hadas yang cara menghilangkannya dengan bewudu atau tayamum.
Ø  Hadas besar: hadas yang cara menghilangkannya dengan mandi wajib atau janabah.
3.      Hal-hal yang termasuk hadas kecil
Hal-hal yang termasuk hadas kecil antara lain :
Ø  sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur, meskipun hanya angin,
Ø  bersentuhan langsung antara kulit laki-laki dengan perempuan yang sudah balig dan bukan muhrimnya,
Ø  menyentuh kemaluan dengan telapak tangan,
Ø  tidur dalam keadaan tidak tetap, dan
Ø  hilang akalnya, seperti mabuk, gila, atau pingsan walaupun hanya sesaat.
c.       Tayamum
1.      Syarat dan Rukun Tayamum
a)      Dibolehkannya tayamum dengan syarat :
Ø  Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu.
Ø  Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya.
Ø  Telah masuk waktu shalat.
Ø  Dengan debu yang suci.
b)      Rukun atau Fardhu Tayamum
Ø  Niat
Ø  Mengusap muka dengan debu tanah
Ø  Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
Ø  Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
Ø  Tertib
2.      Tatacara Tayamum
Ø  Meletakkan kedua tangan diatas debu yang bersih dan suci.
Ø  Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan sambil mengucapkan niat. Niat (untuk diperbolehkan mengerjakan shalat)
Lafadz niat:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاِسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَا لَي
Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillahi ta’ala
Artinya: “aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan shalat fardhu karena Allah”
Ø  Meletakkan dua belah tangan diatas debu yang berbeda untuk diusapkan ke dua belah tangan sampai siku-siku.
d.      Wudhu
1.      Syarat dan Rukun Wudhu
a.       Syarat wudhu :
Ø  Islam
Ø  Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu
Ø  Tidak berhadas besar
Ø  Dengan air suci dan mensucikan
Ø  Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat, minyak dan sebagainya.
Ø  Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan yang sunnah
b.      Rukun (Fardhu) wudhu :
Ø  Niat: ketika membasuh muka
Ø  Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga kiri)
Ø  Membasuh kedua tangan hingga siku
Ø  Membasuh sebagian rambut kepala
Ø  Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
Ø  Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan mana yang harus di akhirkan.
2.      Tatacara wudhu
Sebelum berwudhu kita harus membersihkan dahulu najis-najis yang ada di badan, kalau memang ada najis. Cara mengerjakan wudhu :
a.       Membaca “ Bismillahir-rahmanir-rakhim”, sampai mencuci kedua belah tangan sampai pergelangan tangan dengan bersih.
b.      Selesai membersihkan tangan terus berkumur-kumur tiga kali, sambil membersihkan gigi.
c.       Selesai berkumur terus menyela-nyela lubang hidung tida kali.
d.      Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga kiri). Sambil niat wudhu sebagai berikut:
نَوَيْتُ الوُضُوْءَلِرَفْعِ الحَدَثِ الْاَصْغَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَا لَي
Nawaitul wudhuu’a li raf’il-hadatsil-ashghari fardhal lillahi ta’alaa
Artinya: aku berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil. Fardhu karena Allah.
e.       Membasuh kedua belah tangan hingga siku-siku sampai tiga kali
f.       Mengusap sebagian rambut kepala sampai tiga kali
g.      Mengusap kedua belah telinga hingga tiga kali
h.      Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki hingga tiga kali.
i.        Dalam mengerjakan rukun wudhu wajib dikerjakan dengan berturut-turut (tertib)
e.       Hadas Besar dan Tatacara Thaharahnya
1.      Hal-hal yang termasuk hadas besar antara lain :
Ø  bertemunya alat kelamin laki-laki dan wanita, baik keluar mani maupun tidak,
Ø  keluarnya darah haid, nifas, wiladah dan istihadah.
Ø  keluar air mani, baik ada sebabnya maupun tidak seperti mimpi, dan
Ø  orang yang mati.
2.      Mandi besar
a.        Sebab-Sebab Mandi Wajib
Ø  Bertemunya dua khitan (bersetubuh)
Ø  Keluar mani disebabkan bersetubuh atau dengan lain-lain sebab.
Ø  Mati, dan matinya itu bukan mati syahid
Ø  Setelah selesai nifas (melahirkan: setelah selesai berhentinya keluar darah sesudah melahirkan)
Ø  Karena wiladah (setelah melahirkan)
Ø  Setelah selesai haidh.
b.      Rukun Mandi Wajib
Ø  Niat
Ø  Membasuh seluruh badan dengan air, yakni meratakan air ke semua rambut dan kulit
Ø  Menghilangkan najis
c.       Sunnah-Sunnah Mandi Wajib
Ø  Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis di seluruh badan.
Ø  Membaca basmalah pada permulaan mandi
Ø  Menghadap kiblat pada saat mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri
Ø  Membasuh badan sampai tiga kali
Ø  Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah wudhu
Ø  Mendahulukan mengambil air wudhu, yakni sebelum disunahkan berwudhu lebih dahulu.
Ø  Beriringan, artinya tidak lama waktu antara membasuh sebagian anggota yang satu dengan yang lain.
d.      Larangan Bagi Orang yang Sedang Junub
Bagi mereka yang sedang berjunub, yakni mereka masih berhadats besar tidak boleh melakukan hal-hal sebagai berikut :
Ø  Melaksanakan shalat
Ø  Melakukan thawaf di Baitullah
Ø  Memegang Kitab Suci Al-Qur’an
Ø  Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an
Ø  Membaca Kitab Suci Al-Qur’an
Ø  Berdiam di masjid
e.       Larangan Bagi Orang yang Sedang Haidh
Mereka yang sedang haidh dilarang melakukan seperti tersebut di atas, dan ditambah larangan sebagai berikut :
Ø  Bersenang-senang dengan apa yang diantara pusar dan lutut.
Ø  Berpuasa, baik sunnah maupun wajib
Ø  Dijatuhi thalaq (cerai).
f.       Tatacara Mandi Wajib
Setelah mengetahui sebab, rukun, dan sunah mandi wajib maka pelaksanaannya sebagai berikut :
Ø  Membasuh kedua tangan dengan niat yang ikhlas karena Allah
Ø  Membersihkan kotoran yang ada pada badan
Ø  Berwudhu
Ø  Menyirami rambut dengan sambil menggosok atau menyilanginya dengan jari
Ø  Menyirami seluruh badan dengan mendahulukan anggota badan sebelah kanan dan menggosoknya dengan rata.
Ø  Apabila dianggap telah rata dan bersih, maka selesailah mandi kita.
    II.            KAIFIAT SHALAT WAJIB
   III.            KAIFIAT ZAKAT
Membayar zakat fitrah adalah kewajiban setiap individu muslim di dunia. Sebagai rukun Islam keempat, menunaikan zakat fitrah menjadi fardhu ‘ain yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang dan tidak bisa diwakilkan. Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah orang yang memiliki persediaan bahan makanan melebihi kebutuhannya pada hari raya Idul Fitri. Semua muslim dari sejak bayi yang baru lahir sampai orang tua wajib membayar zakat.
Dalam membayar atau menunaikan zakat, biasanya ada badan atau panitia penerimaan zakat yang lazim disebut amil. Dalam hal ini, di Indonesia terdapat badan resmi yang mengurusi masalah zakat yaitu BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah). Badan atau panitia inilah yang nanti akan menyalurkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Pada awalnya, zakat yang wajib diberikan itu berupa bahan makanan pokok. Namun, akhir-akhir ini zakat fitrah banyak yang diganti dengan sejumlah uang seharga bahan makanan yang dizakatkan. Di Indonesia sendiri, zakat fitrah yang dibayarkan umumnya berupa beras yang merupakan bahan makanan pokok di Indonesia. Jumlah yang harus dibayarkan jika dikonversikan ke dalam kilogram adalah kira-kira 2,5 kg. Jadi, zakat bisa dibayarkan dengan memberikan 2,5 kg beras kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Ada 8 (delapan) golongan muslim yang berhak menerima zakat yang juga disebut dengan mustahiq (orang yang berhak). Delapan golongan yang berhak menerima zakat tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Fakir
b.      Miskin
c.       Anak yatim
d.      Ghorimin (orang yang terbelit hutang)
e.       Muallaf (orang yang baru memeluk Islam)
f.       Ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan)
g.      Amil zakat (panitia pengelola zakat)
h.      Budak
Waktu membayar zakat fitrah yaitu pada malam lebaran (idul fitri) sampai sebelum melaksanakan sholat idul fitri. Meskipun begitu, pembayaran zakat boleh didahulukan atau diakhirkan dari waktu yang seharusnya. Dalam bahasa Arab, ini dikenal dengan istilah ta’jil/تعجيل (mendahulukan) dan ta-jil/تأجيل (mengahirkan).
Dalam membayar zakat, tentu saja harus diiringi dengan niat untuk membayar zakat. Niat ini bisa diucapkan sendiri (untuk yang sudah baligh/dewasa) atau diniatkan oleh orang lain (untuk yang belum baligh/dewasa). Niat membayar zakat ini boleh diucapkan dengan bahasa masing-masing. Adapun dalam bahasa Arab, niat membayar zakat yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
Niat membayar atau menunaikan zakat untuk diri sendiri:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضًا ِللِه تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakatal fithri 'an nafsi fardhon lillahi ta'ala
Artinya: Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah dari diri saya wajib karena Allah ta'ala
Niat membayar atau menunaikan zakat untuk orang lain:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ ........ فَرْضًا لِلِه تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija zakatal fithri 'an ........... fardhon lillahi ta'ala
Artinya: Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah dari ............ wajib karena Allah ta'ala
Catatan : Pada titik-titik, sebutkan nama orang yang diniatkan membayar zakat.
   IV.            KAIFIAT PUASA WAJIB
1.      Tata Cara Puasa
a.       Niat Untuk Puasa
Sebelum melaksanakan puasa, kita wajib berniat terlebih dahulu. Puasa kita niatkan sebelum terbit fajar, berdasarkan hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.
((مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ))
“Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”
Khusus untuk puasa yang sunnah, kita boleh berniat puasa setelah fajar terbit apabila sebelumnya kita belum makan. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Romadhon, kemudian beliau bersabda:
((هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ ))
“Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa” (HR. Muslim).
2.      Waktu Puasa
Puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam, dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk. Dalilnya adalah:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ] مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ [إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam (Al-Baqarah: 187)
3.      Sahur
Adik-adik, hendaknya sebelum melaksanakan ibadah puasa, kita makan sahur terlebih dahulu. Kita disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu subuh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik berikut : “Kami makan sahur bersama Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhori dan Muslim) Makan sahur yang diperintahkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa hikmah, antara lain :

a.       Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan Nashoro). Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ))
“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur” (HR. Muslim)
b.      Makan Sahur adalah Barokah
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(( تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ بَرَكَةً ))
“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, sahur juga akan menguatkan badan, menambah semangat, serta membuat puasa menjadi lebih ringan. Adik-adikku sayang, sebagian kaum muslimin memiliki kebiasaan yang jelek ketika sahur. Mereka biasanya melakukan sahur dalam waktu yang lama sebelum subuh tiba, kemudian tidur lagi sampai subuh berlalu. Ini mengakibatkan mereka jatuh kepada beberapa kesalahan :
Ø  Berpuasa sebelum waktunya
Ø  Meninggalkan shalat jamaah
Ø  Terkadang karena tidurnya terlalu nyenyak, mereka bangun kesiangan dan kehilangan sholat sama sekali
Oleh karena itu hendaknya waktu sahur kita akhirkan dan sebaiknya setelah sahur, kita jangan tidur lagi. Persiapkanlah diri kita untuk shalat subuh yang akan segera tiba.
4.      Perkara yang membatalkan puasa
Adik-adik, barokallahu fiikum. Kalian harus mengetahui perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa. Di antara perkara-perkara tersebut kita adalah :
a.       Makan dan Minum Apabila kita makan atau minum di siang hari sewaktu puasa, maka puasa kita batal. Kecuali jika kita lupa sedang puasa, maka makan dan minum itu tidaklah membatalkan puasa kita. Kita bisa melanjutkan puasa kita secara sempurna.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam ;
(( مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمّ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيَتِمْ صَوْمَهُ. فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ))
“Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
b.      Muntah dengan Sengaja Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:
(( مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ ))
“Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha (mengganti) puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha puasanya”.
Sebenarnya ada beberapa hal lain yang bisa membatalkan puasa. Insya Allah kalian bisa mempelajarinya ketika kalian beranjak dewasa.
5.      Perkara yang wajib ditinggalkan ketika puasa
Adik-adik, selain menjaga mulut kita dari makan dan minum, ketika berpuasa kita juga harus menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor, keji dan dusta. Perbuatan ini memang tidak boleh kita lakukan baik di ketika berpuasa ataupun tidak. Namun hal ini lebih ditekankan lagi apabila kita sedang berpuasa. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;
(( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ))
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka Allah Azza wa Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minum” (HR. Al-Bukhori)
(( لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَبِ إِنَّمَا الصَّيَامَ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ اَوْجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ , إِنِّي صَائِمٌ ))
“Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau tidak mengetahui perkaramu, maka, katakanlah: Aku sedang puasa, aku sedang puasa”
Oleh karena itu, jagalah lisanmu dari berkata-kata yang kotor, keji dan dusta agar puasamu tidak sia-sia, sebagaimana sabda Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam,
(( وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ ))
“Berapa banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)”
6.      Yang boleh dilakukan ketika puasa
a.       Bersiwak
Kalian tahu siwak kan? Siwak itu kayu berukuran kecil yang dipergunakan untuk membersihkan gigi. Ketika sedang berpuasa, kita boleh mempergunakannya untuk membersihkan gigi kita, terutama ketika akan sholat.
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوِاكِ عِنْدَ كُلَّ صَلاَةٍ))
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak setiap kali akan sholat” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
b.      Berkumur dan Istinsyaq (Memasukkan Air ke dalam Hidung ketika Berwudhu)
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh di dalam melakukan istinsyaq. Namun beliau melarang untuk berlebih-lebihan apabila sedang berpuasa. Beliau bersabda,
((وَبَالِغْ فِي اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً))
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa”
c.       Mengguyurkan Air ke Atas Kepala karena Panas atau Haus
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits,
 يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسeكَانَ رَسُوْلُ اللهِ ِهِ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطْشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan.
7.      Berbuka puasa
Ketika matahari telah terbenam dan malam hari pun tiba, kita sudah diperbolehkan untuk makan dan minum. Bahkan kita dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ ))
“Senantiasa manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Berbukalah dengan Buah Kurma Pada saat berbuka, kita disunnahkan untuk membatalkan puasa kita dengan kurma, baik yang basah maupun yang kering. Namun apabila tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana kebiasaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu pernah bercerita,
كاَنَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ حَسَى حَسَوَاتٍ مِنَ مَاءٍ
“Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthob) sebelum sholat. Apabila tidak ada yang basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada juga, maka beliau minum dengan satu tegukan air”
Setelah berbuka (membatalkan puasa) secukupnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk shalat maghrib.
    V.            KAIFIAT HAJI DAN UMROH
1.      TATA CARA IBADAH HAJI DAN UMROH SESUAI SUNNAH RASULULLAH
Segala sanjung puji kita haturkan ke hadirat Allah, Rabb yang kepadaNya kita senantiasa menyembah dan meminta pertolongan. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada kekasih kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin. Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun.Karena itu, bagi yang dimudahkan Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji tahun ini agar meng-gunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali. Agar bisa beribadah haji dengan sebaik-baiknya, sekhusyu'-khusyu'nya dan menjadi haji mabrur, di samping harus ikhlas kita harus memiliki ilmu yang cukup seputar bagaimana menjalankan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rubrik ini memberikan pedoman bagaimana menunaikan haji sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan kata lain, semuanya berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, sesuai pemahaman Salaf (sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in), pemahaman yang dengannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan kita dalam memahami agama. Tulisan ini pada awalnya adalah tulisan harian yang dibuat secara berseri sesuai dengan apa yang harus dilakukan oleh jamaah haji pada hari itu. Tulisan-tulisan tersebut kemudian dibagikan kepada jamaah haji di sana dan mendapat tanggapan yang sangat baik dari jamaah  haji. Di samping memberikan tuntunan manasik haji yang benar, rubrik ini juga memperingatkan kita untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan yang bisa merusak ibadah haji, yang ironinya banyak dilakukan jamaah haji.
Sungguh, banyak orang yang menyesal setelah menunaikan ibadah haji. Menyesal karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu, atau menyesal karena kurang bersungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang amat mulia tersebut, menyesal karena kurang memperhatikan sunnah dsb. Maka, sebelum hal itu terjadi pada diri Anda, bacalah rubrik ini. Insya Allah , dengan demikian Anda akan memiliki bekal sebaik-baiknya dalam menunaikan ibadah haji. Sebagai catatan, hingga saat ini, hampir setiap umat Islam memiliki gambaran bahwa haji adalah ibadah yang sulit dan rumit. Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian dan sistimatika pembahasan buku-buku tentang haji yang beredar selama ini. Belum lagi kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat, misalnya masalah do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.
Insya Allah gambaran bahwa haji itu sulit akan hilang dari benak Anda setelah membaca rubrik ini. Rubrik ini tentu sangat membantu, karena menuntun Anda secara runut apa yang harus Anda lakukan pada hari-hari haji. Misalnya, ketika hari Tarwiyah, Arafah, hari Raya, apa saja yang harus Anda lakukan, Anda bisa baca dalam buku ini, dan demikian seterusnya. Lebih dari itu, rubrik ini akan menuntun Anda menunaikan haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Maka tak berlebihan jika dikatakan, rubrik ini adalah rubrik pedoman haji yang sangat sistimatis, mudah, praktis dan lengkap. Akhir kata, semoga haji kita diterima Allah Subhannahu wa Ta'ala. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
MUQADDIMAH

Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah : "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97). Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat:
a.       Islam
b.      Berakal
c.       Baligh
d.      Merdeka
e.       Mampu
f.       Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar (bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya." (Muttafaq Alaih). Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah. Syarat kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri. Kedua : Allah berfirman: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah: 197). Rafats adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik artinya berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih). "Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih). Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke dalam maksiat, baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan shalat dari waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal (menurunkan atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok, melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi wanita, hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain penutup yang di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan aurat. Dengan banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan petugas lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat thawaf atau ketika melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya setan. Berusahalah untuk selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling dari orang-orang bodoh. Usahakan untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang baik.
Ketiga : Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru. Lebih parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di depan laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa itu adalah bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa perbuatannya itu termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih). Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka. Adalah wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi diri dari laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih).
Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan telapak tangan di atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk melihat. Maknanya sesuai konteks hadits di atas- adalah jika wanita keluar rumah maka setan mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan dirinya. Keempat : Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka haram atasnya sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul) :
a.       Mencabut rambut
b.      Menggunting kuku
c.       Memakai wangi-wangian
d.      Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan)
e.       Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram), seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb.
f.       Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi laki-laki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak dimaksudkan untuk menutupinya.
g.      Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing (bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya, namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju kurung.
h.      Melangsungkan pernikahan.
i.        Bersetubuh.
j.        Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat.
k.      Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan :
1)      Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
2)      Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
3)      Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah. Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan pelanggaran itu boleh memilih salah satu daripadanya :
a)      Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
b)      Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
c)      Berpuasa selama tiga hari.
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini:
Ø  Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya.
Ø  Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja.
Ø  Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima konsekuensi :
§  Berdosa
§  Hajinya batal.
§  Ia wajib menyempurnakan hajinya.
§  Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
§  Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'. Kelima: Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu' yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah selesai melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.). Haji ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji setelah thawaf qudum . Haji qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus. Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran sama dengan pekerjaan haji ifrad , kecuali dalam dua hal :
§  Niat. Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara bersamaan).
§  Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak wajib hadyu (menyembelih kurban

2.      TATA CARA UMRAH
Ø  Pertama: Ihram dari miqat. Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu, misalnya ke rambut dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian yang berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram). Adapun bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki. Jika Anda tidak mampu berhenti di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah sejak di rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah: "Labbaika 'Umratan" artinya : "Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah." Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan: "Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya : "Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku." Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah. Talbiyah hukumnya sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan: "Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka" "Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu." Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal itu memungkinkan.
Peringatan :
§  Sebagian orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus dikenakan.
§  Talbiyah yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah sendiri-sendiri.
§  Tidak diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka.
§  Hendaknya setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
§  Sebagian wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha: "Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan). Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata: "Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
Ø  Kedua: Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan (do'a): 'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
Ø  Ketiga: Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat yang searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucap-kan, 'Allahu Akbar' (Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka
usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf. Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad. Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a: "Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api  Neraka." Dalam thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik.
Peringatan :
§  Bersuci adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
§  Jika di tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.
§  Jika Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak mengapa.
§  Jika Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali, tetapi jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan tersebut. Sebagian Haji melakukan idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap seperti itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan adalah hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba' kecuali ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
Ø  Keempat : Jika Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah : "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat." (Al-Baqarah: 125). Jadikanlah posisi maqam itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua rakaat. Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan :
Shalat dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga dibolehkan. Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau bahkan boleh melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Ø  Kelima : Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah kepada Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah ke hajar aswad dan usaplah.
Ø  Keenam: Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian ucapkanlah: "Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai." Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah tiga kali dan ucapkan: "Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun. "Ulangilah dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ø  Ketujuh: Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Bila Anda berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil (khusus untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah, naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkan sebagaimana yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda lakukan pada putaran berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang :
§  Terpaku dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam buku-buku kecil.
§  Jama'ah haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan) dengan koor (satu suara) dan keras.
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
Ø  Kedelapan: Jika selesai mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan kepala dan bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji, tetapi hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian besarnya. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman). Jika hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
Hari tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut demikian karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air untuk (persiapan ibadah) selanjutnya. Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah: Disunnahkan bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji pada hari tersebut, yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka, hendaknya ia mandi dan mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak mengenakan kain yang berjahit, dan ia ihram dengan selendang, kain dan sandal. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos tangan. Selanjutnya Anda mengucapkan: (Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah haji). Jika ditakutkan ada halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat dengan mengucapkan: "Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku." Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nyasegala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu." Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban). Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina. Dan di Mina, Anda disunnahkan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari Arafah, semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama'. Setiap Haji hendaknya memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan ceramah agama, membaca Al-Qur'an, membaca buku tentang manasik haji dsb. HARI ARAFAH Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh para sahabat , sedang mereka bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ; ada yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak mengingkarinya. Jika matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji, pen.). Setelah shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya berdo'a dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari. Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya. Para Haji, di bawah ini beberapa nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka kehendaki?'" (HR. Muslim). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan :
§  Hendaknya setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah. Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling Arafah.
§  Masjid Namirah tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar Arafah (bagian depan masjid).
§  Sebagian orang mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal Rahmah, pen.) memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
§  Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.

Komentar

Postingan Populer