KAIFIAT THAHAROH
I.
KAIFIAT THAHARAH (BERSUCI)
a.
Najis dan Tatacara Thaharahnya
1.
Pengertian Thaharah
Taharah menurut
bahasa, artinya bersih atau bersuci, sedangkan menurut istilah, taharah adalah
menyucikan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis dengan cara yang
telah ditetapkan oleh syariat Islam. Islam sangat menganjurkan kepada umatnya
agar selalu dalam keadaan bersih dan suci. Orang-orang yang sanggup menjaga kesuciannya sangat
dicintai Allah.
2.
Macam-MacamTaharah
Taharah dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø Taharah
dari najis, yang berlaku untuk badan, pakaian, dan tempat. Cara menyucikannya
dengan air yang suci dan menyucikan, yang biasa disebut air mutlak.
Ø Taharah
dari hadas, yang berlaku untuk badan, seperti mandi, wudu, dan tayamum.
3.
Pengertian Najis
Menurut bahasa,
najis artinya kotor. Menurut istilah, najis adalah segala sesuatu yang dianggap
kotor menurut syara’ (Hukum Islam). Suatu benda atau barang yang terkena najis
disebut mutanajjis. Benda mutanajjis dapat disucikan kembali, misalnya pakaian
yang kena air kencing dapat dibersihkan dengan cara menyucinya. Berbeda dengan
benda najis, seperti bangkai, kotoran manusia dan hewan tidak dapat disucikan
lagi, sebab ia tetap najis. Kotoran adalah segala sesuatu yang kotor
atau tidak bersih. Tidak semua yang kotor selalu dikatakan najis, misalnya daki
di badan, ketombe di kepala, noda air kopi atau sirop, dan sebagainya. Perlu
dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan,
pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis
bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan
seseorang. Ketika seseorang selesai berhubungan badan dengan istri (jima’), ia
dalam keadaan hadats besar. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil.
Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena
najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu atau tayamum dan hadats besar
dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah
membuat benda tersebut suci.
4.
Pembagian Najis dan Macam-Macam Najis berdasarkan Pembagiannya
Dalam ilmu fikih, najis dibagi
menjadi empat, yaitu:
Ø Najis
berat atau najis mugallazhah, yaitu najis yang harus dicuci sampai tujuh
kali dengan air mutlak dan salah satunya menggunakan debu yang suci atau air
yang dicampur dengan tanah. Contohnya air liur anjing.
Ø Najis
sedang atau najis mutawassithah, yaitu najis yang dicuci dengan cara menggunakan
air mutlak sampai hilang bau dan warnanya.
Najis mutawassithah dibagi menjadi:
Ø Najis
‘ainiyah, yaitu najis yang masih terlihat zatnya, warnanya, rasanya,
maupun baunya. Cara menyucikannya dengan menghilangkan zat, warna, rasa dan
baunya.
Ø Najis
hukmiyah, yaitu najis yang kita yakini adanya tetapi tidak nyata zatnya,
baunya, rasanya, dan warnanya, seperti air kencing yang sudah mengering.
Ø Najis
ringan atau najis mukhaffafah, yaitu najis yang dapat disucikan
dengan memercikkan atau menyiram air di tempat yang terkena najis. Contohnya: air
kencing bayi yang belum makan apa-apa kecuali air susu ibu. Najis yang
dimaafkan atau najis ma‘fu, yaitu najis yang dapat disucikan
cukup dengan air, jika najisnya kelihatan. Apabila tidak kelihatan tidak
dicuci juga tidak apa-apa, karena termasuk najis yang telah dimaafkan.
Misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah
yang sedikit, debu dan air di lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar
menghindarkannya.
5.
Tatacara menyucikan Najis
Ada bebrapa cara yang perlu
diperhatikan dalam hal bersuci dari najis, yaitu sebagai berikut:
Ø Barang
yang kena najis mughalazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7
kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
Ø Barang
yang terkena najis mukhaffafah, cukup diperciki air pada tempat najis tersebut.
Ø Barang
yang terkena najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara dibasuh sekali,
asal sifat-sifat najisnya (warna, baud an rasa) itu hilang. Adapun dengan cara
tiga kali cucian atau siraman lebih baik.
Jika najis hukmiah cara
menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air saja pada najis tadi.
b. Hadas Kecil dan Tatacara
Thaharahnya
1.
Pengertian hadas
Secara
bahasa, hadas berarti kejadian atau peristiwa. Sedangkan
menurut istilah sayr‘i hadas berarti kejadian-kejadian tertentu
pada diri seseorang yang menghalangi sahnya ibadah yang dilakukannya. Orang
yang berhadas dan mengerjakan salat, maka salatnya tidak sah.
Rasulullah saw.
bersabda: Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang dari
kamu jika berhadas, sehingga berwudu.” (HR. al Bukhari dan Muslim).
2.
Macam-macam Hadas
Hadas dibagi menjadi dua yaitu hadas
kecil dan hadas besar :
Ø
Hadas kecil: hadas yang cara menghilangkannya
dengan bewudu atau tayamum.
Ø
Hadas besar: hadas yang cara menghilangkannya
dengan mandi wajib atau janabah.
3.
Hal-hal yang termasuk hadas kecil
Hal-hal yang termasuk hadas kecil
antara lain :
Ø
sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur,
meskipun hanya angin,
Ø
bersentuhan langsung antara kulit laki-laki
dengan perempuan yang sudah balig dan bukan muhrimnya,
Ø
menyentuh kemaluan dengan telapak tangan,
Ø
tidur dalam keadaan tidak tetap, dan
Ø
hilang akalnya, seperti mabuk, gila, atau
pingsan walaupun hanya sesaat.
c. Tayamum
1.
Syarat dan Rukun Tayamum
a)
Dibolehkannya tayamum dengan syarat :
Ø
Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya,
tetapi tidak bertemu.
Ø
Berhalangan menggunakan air, misalnya karena
sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya.
Ø
Telah masuk waktu shalat.
Ø
Dengan debu yang suci.
b)
Rukun atau Fardhu Tayamum
Ø
Niat
Ø
Mengusap muka dengan debu tanah
Ø
Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku
dengan debu tanah
Ø
Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
Ø
Tertib
2.
Tatacara Tayamum
Ø
Meletakkan kedua tangan diatas debu yang bersih
dan suci.
Ø
Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali
usapan sambil mengucapkan niat. Niat (untuk diperbolehkan mengerjakan shalat)
Lafadz niat:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاِسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ فَرْضًا
لِلَّهِ تَعَا لَي
Nawaitut-tayammuma li
istibaahatish-shalaati fardhal lillahi ta’ala
Artinya: “aku niat bertayamum
untuk dapat mengerjakan shalat fardhu karena Allah”
Ø
Meletakkan dua belah tangan diatas debu yang
berbeda untuk diusapkan ke dua belah tangan sampai siku-siku.
d. Wudhu
1.
Syarat dan Rukun Wudhu
a.
Syarat wudhu :
Ø
Islam
Ø
Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya
sesuatu
Ø
Tidak berhadas besar
Ø
Dengan air suci dan mensucikan
Ø
Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai ke
anggota wudhu, misalnya getah, cat, minyak dan sebagainya.
Ø
Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan yang
sunnah
b.
Rukun (Fardhu) wudhu :
Ø
Niat: ketika membasuh muka
Ø
Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya
rambut kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga kiri)
Ø
Membasuh kedua tangan hingga siku
Ø
Membasuh sebagian rambut kepala
Ø
Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
Ø
Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan
mana yang harus dahulu, dan mengakhirkan mana yang harus di akhirkan.
2.
Tatacara wudhu
Sebelum berwudhu
kita harus membersihkan dahulu najis-najis yang ada di badan, kalau memang ada
najis. Cara mengerjakan wudhu :
a.
Membaca “ Bismillahir-rahmanir-rakhim”, sampai mencuci
kedua belah tangan sampai pergelangan tangan dengan bersih.
b.
Selesai membersihkan tangan terus berkumur-kumur tiga
kali, sambil membersihkan gigi.
c.
Selesai berkumur terus menyela-nyela lubang hidung tida
kali.
d.
Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut
kepala hingga bawah dagu, dan telinga kanan hingga telinga kiri). Sambil niat
wudhu sebagai berikut:
نَوَيْتُ الوُضُوْءَلِرَفْعِ الحَدَثِ الْاَصْغَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَا
لَي
Nawaitul wudhuu’a li
raf’il-hadatsil-ashghari fardhal lillahi ta’alaa
Artinya: aku berwudhu untuk
menghilangkan hadas kecil. Fardhu karena Allah.
e.
Membasuh kedua belah tangan hingga siku-siku sampai
tiga kali
f.
Mengusap sebagian rambut kepala sampai tiga kali
g.
Mengusap kedua belah telinga hingga tiga kali
h.
Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki hingga tiga
kali.
i.
Dalam mengerjakan rukun wudhu wajib dikerjakan dengan
berturut-turut (tertib)
e. Hadas
Besar dan Tatacara Thaharahnya
1.
Hal-hal yang termasuk hadas besar antara lain :
Ø
bertemunya alat kelamin laki-laki dan wanita,
baik keluar mani maupun tidak,
Ø
keluarnya darah haid, nifas, wiladah dan
istihadah.
Ø
keluar air mani, baik ada sebabnya maupun tidak
seperti mimpi, dan
Ø
orang yang mati.
2.
Mandi besar
a.
Sebab-Sebab Mandi Wajib
Ø
Bertemunya dua khitan (bersetubuh)
Ø
Keluar mani disebabkan bersetubuh atau dengan
lain-lain sebab.
Ø
Mati, dan matinya itu bukan mati syahid
Ø
Setelah selesai nifas (melahirkan: setelah
selesai berhentinya keluar darah sesudah melahirkan)
Ø
Karena wiladah (setelah melahirkan)
Ø
Setelah selesai haidh.
b. Rukun Mandi Wajib
Ø
Niat
Ø
Membasuh seluruh badan dengan air, yakni
meratakan air ke semua rambut dan kulit
Ø
Menghilangkan najis
c. Sunnah-Sunnah Mandi Wajib
Ø
Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis
di seluruh badan.
Ø
Membaca basmalah pada permulaan mandi
Ø
Menghadap kiblat pada saat mandi dan
mendahulukan bagian kanan daripada kiri
Ø
Membasuh badan sampai tiga kali
Ø
Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah
wudhu
Ø
Mendahulukan mengambil air wudhu, yakni sebelum
disunahkan berwudhu lebih dahulu.
Ø
Beriringan, artinya tidak lama waktu antara
membasuh sebagian anggota yang satu dengan yang lain.
d. Larangan Bagi Orang yang
Sedang Junub
Bagi mereka yang
sedang berjunub, yakni mereka masih berhadats besar tidak boleh melakukan
hal-hal sebagai berikut :
Ø
Melaksanakan shalat
Ø
Melakukan thawaf di Baitullah
Ø
Memegang Kitab Suci Al-Qur’an
Ø
Membawa/mengangkat Kitab Al-Qur’an
Ø
Membaca Kitab Suci Al-Qur’an
Ø
Berdiam di masjid
e. Larangan Bagi Orang yang Sedang Haidh
Mereka yang sedang
haidh dilarang melakukan seperti tersebut di atas, dan ditambah larangan
sebagai berikut :
Ø
Bersenang-senang dengan apa yang diantara pusar
dan lutut.
Ø
Berpuasa, baik sunnah maupun wajib
Ø
Dijatuhi thalaq (cerai).
f. Tatacara Mandi Wajib
Setelah mengetahui
sebab, rukun, dan sunah mandi wajib maka pelaksanaannya sebagai berikut :
Ø
Membasuh kedua tangan dengan niat yang ikhlas
karena Allah
Ø
Membersihkan kotoran yang ada pada badan
Ø
Berwudhu
Ø
Menyirami rambut dengan sambil menggosok atau
menyilanginya dengan jari
Ø
Menyirami seluruh badan dengan mendahulukan
anggota badan sebelah kanan dan menggosoknya dengan rata.
Ø
Apabila dianggap telah rata dan bersih, maka
selesailah mandi kita.
II.
KAIFIAT
SHALAT WAJIB
III.
KAIFIAT
ZAKAT
Membayar zakat
fitrah adalah kewajiban setiap individu muslim di dunia. Sebagai rukun Islam
keempat, menunaikan zakat fitrah menjadi fardhu ‘ain yaitu kewajiban yang
dibebankan kepada setiap orang dan tidak bisa diwakilkan. Orang yang wajib
membayar zakat fitrah adalah orang yang memiliki persediaan bahan makanan
melebihi kebutuhannya pada hari raya Idul Fitri. Semua muslim dari sejak bayi
yang baru lahir sampai orang tua wajib membayar zakat.
Dalam membayar
atau menunaikan zakat, biasanya ada badan atau panitia penerimaan zakat yang
lazim disebut amil. Dalam hal ini, di Indonesia terdapat badan resmi yang
mengurusi masalah zakat yaitu BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah). Badan
atau panitia inilah yang nanti akan menyalurkan zakat kepada orang-orang yang
berhak menerimanya.
Pada awalnya,
zakat yang wajib diberikan itu berupa bahan makanan pokok. Namun, akhir-akhir
ini zakat fitrah banyak yang diganti dengan sejumlah uang seharga bahan makanan
yang dizakatkan. Di Indonesia sendiri, zakat fitrah yang dibayarkan umumnya
berupa beras yang merupakan bahan makanan pokok di Indonesia. Jumlah yang harus
dibayarkan jika dikonversikan ke dalam kilogram adalah kira-kira 2,5 kg. Jadi,
zakat bisa dibayarkan dengan memberikan 2,5 kg beras kepada orang-orang yang
berhak menerimanya.
Ada 8 (delapan) golongan muslim yang
berhak menerima zakat yang juga disebut dengan mustahiq (orang yang berhak).
Delapan golongan yang berhak menerima zakat tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Fakir
b.
Miskin
c.
Anak yatim
d.
Ghorimin (orang yang terbelit hutang)
e.
Muallaf (orang yang baru memeluk Islam)
f.
Ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan)
g.
Amil zakat (panitia pengelola zakat)
h.
Budak
Waktu membayar zakat fitrah yaitu
pada malam lebaran (idul fitri) sampai sebelum melaksanakan sholat idul fitri.
Meskipun begitu, pembayaran zakat boleh didahulukan atau diakhirkan dari waktu
yang seharusnya. Dalam bahasa Arab, ini dikenal dengan istilah ta’jil/تعجيل (mendahulukan) dan ta-jil/تأجيل (mengahirkan).
Dalam membayar
zakat, tentu saja harus diiringi dengan niat untuk membayar zakat. Niat ini
bisa diucapkan sendiri (untuk yang sudah baligh/dewasa) atau diniatkan oleh
orang lain (untuk yang belum baligh/dewasa). Niat membayar zakat ini boleh
diucapkan dengan bahasa masing-masing. Adapun dalam bahasa Arab, niat membayar
zakat yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
Niat
membayar atau menunaikan zakat untuk diri sendiri:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ
الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِيْ فَرْضًا ِللِه تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija
zakatal fithri 'an nafsi fardhon lillahi ta'ala
Artinya: Saya
berniat mengeluarkan zakat fitrah dari diri saya wajib karena Allah ta'ala
Niat membayar atau
menunaikan zakat untuk orang lain:
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ
الْفِطْرِ عَنْ ........ فَرْضًا لِلِه تَعَالَى
Nawaitu an ukhrija
zakatal fithri 'an ........... fardhon lillahi ta'ala
Artinya: Saya
berniat mengeluarkan zakat fitrah dari ............ wajib karena Allah ta'ala
Catatan : Pada titik-titik,
sebutkan nama orang yang diniatkan membayar zakat.
IV.
KAIFIAT
PUASA WAJIB
1. Tata
Cara Puasa
a.
Niat Untuk
Puasa
Sebelum
melaksanakan puasa, kita wajib berniat terlebih dahulu. Puasa kita niatkan
sebelum terbit fajar, berdasarkan hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallam.
((مَنْ
لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ))
“Barangsiapa yang
tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”
Khusus untuk puasa
yang sunnah, kita boleh berniat puasa setelah fajar terbit apabila sebelumnya
kita belum makan. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke
‘Aisyah pada selain bulan Romadhon, kemudian beliau bersabda:
((هَلْ عِنْدَكُمْ
غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ ))
“Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa”
(HR. Muslim).
2.
Waktu Puasa
Puasa dimulai dari
terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam, dengan kata lain
hilangnya bundaran matahari di ufuk. Dalilnya adalah:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ] مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ [إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam
(Al-Baqarah: 187)
3.
Sahur
Adik-adik, hendaknya
sebelum melaksanakan ibadah puasa, kita makan sahur terlebih dahulu. Kita
disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu subuh.
Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik berikut : “Kami makan sahur bersama
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat” Aku tanyakan
(kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab,
“Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an” (HR. Al-Bukhori dan Muslim) Makan sahur
yang diperintahkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memiliki
beberapa hikmah, antara lain :
a.
Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan
Nashoro). Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( فَصْلُ مَا بَيْنَ
صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ))
“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur”
(HR. Muslim)
b.
Makan Sahur adalah Barokah
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
(( تَسَحَّرُوْا
فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ بَرَكَةً ))
“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah” (HR. Al-Bukhori dan
Muslim).
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, sahur juga akan menguatkan badan,
menambah semangat, serta membuat puasa menjadi lebih ringan. Adik-adikku
sayang, sebagian kaum muslimin memiliki kebiasaan yang jelek ketika sahur.
Mereka biasanya melakukan sahur dalam waktu yang lama sebelum subuh tiba,
kemudian tidur lagi sampai subuh berlalu. Ini mengakibatkan mereka jatuh kepada
beberapa kesalahan :
Ø Berpuasa sebelum
waktunya
Ø Meninggalkan shalat
jamaah
Ø Terkadang karena
tidurnya terlalu nyenyak, mereka bangun kesiangan dan kehilangan sholat sama
sekali
Oleh karena itu hendaknya waktu sahur kita akhirkan dan sebaiknya setelah
sahur, kita jangan tidur lagi. Persiapkanlah diri kita untuk shalat subuh yang
akan segera tiba.
4.
Perkara yang membatalkan puasa
Adik-adik,
barokallahu fiikum. Kalian harus mengetahui perkara-perkara yang bisa
membatalkan puasa. Di antara perkara-perkara tersebut kita adalah :
a.
Makan dan Minum Apabila kita makan atau minum di siang hari sewaktu puasa,
maka puasa kita batal. Kecuali jika kita lupa sedang puasa, maka makan dan
minum itu tidaklah membatalkan puasa kita. Kita bisa melanjutkan puasa kita secara
sempurna.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam ;
(( مَنْ نَسِيَ
وَهُوَ صَائِمّ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيَتِمْ صَوْمَهُ. فَإِنَّمَا
أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ))
“Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka
hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya
makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
b.
Muntah dengan Sengaja Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:
(( مَنْ ذَرَعَهُ
قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ ))
“Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha
(mengganti) puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya
mengqadha puasanya”.
Sebenarnya ada beberapa hal lain yang bisa membatalkan puasa. Insya Allah
kalian bisa mempelajarinya ketika kalian beranjak dewasa.
5.
Perkara yang wajib ditinggalkan
ketika puasa
Adik-adik, selain
menjaga mulut kita dari makan dan minum, ketika berpuasa kita juga harus
menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor, keji dan dusta. Perbuatan ini
memang tidak boleh kita lakukan baik di ketika berpuasa ataupun tidak. Namun
hal ini lebih ditekankan lagi apabila kita sedang berpuasa. Rosulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam bersabda ;
(( مَنْ لَمْ يَدَعْ
قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ))
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka
Allah Azza wa Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan
minum” (HR. Al-Bukhori)
(( لَيْسَ الصِّيَامُ
مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَبِ إِنَّمَا الصَّيَامَ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ اَوْجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ , إِنِّي
صَائِمٌ ))
“Puasa bukanlah dari makan, minum (semata), tetapi puasa itu menahan diri
dari perbuatan sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau tidak
mengetahui perkaramu, maka, katakanlah: Aku sedang puasa, aku sedang puasa”
Oleh karena itu, jagalah lisanmu dari berkata-kata yang kotor, keji dan
dusta agar puasamu tidak sia-sia, sebagaimana sabda Rosulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam,
(( وَرُبَّ صَائِمٍ
حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ ))
“Berapa banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan
haus (semata)”
6.
Yang boleh dilakukan ketika
puasa
a.
Bersiwak
Kalian tahu siwak
kan? Siwak itu kayu berukuran kecil yang dipergunakan untuk membersihkan gigi.
Ketika sedang berpuasa, kita boleh mempergunakannya untuk membersihkan gigi
kita, terutama ketika akan sholat.
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(( لَوْلاَ أَنْ
أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوِاكِ عِنْدَ كُلَّ صَلاَةٍ))
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk
bersiwak setiap kali akan sholat” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
b.
Berkumur dan Istinsyaq (Memasukkan Air ke dalam Hidung ketika Berwudhu)
Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh di
dalam melakukan istinsyaq. Namun beliau melarang untuk berlebih-lebihan apabila
sedang berpuasa. Beliau bersabda,
((وَبَالِغْ فِي
اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً))
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa”
c.
Mengguyurkan Air ke Atas Kepala karena Panas atau Haus
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits,
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits,
يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسeكَانَ رَسُوْلُ اللهِ ِهِ وَهُوَ
صَائِمٌ مِنَ الْعَطْشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya
dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan.
7.
Berbuka puasa
Ketika matahari
telah terbenam dan malam hari pun tiba, kita sudah diperbolehkan untuk makan
dan minum. Bahkan kita dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ ))
“Senantiasa manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan
berbuka puasa” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Berbukalah dengan Buah Kurma Pada saat berbuka, kita disunnahkan untuk
membatalkan puasa kita dengan kurma, baik yang basah maupun yang kering. Namun
apabila tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana kebiasaan
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu
pernah bercerita,
كاَنَ يُفْطِرُ عَلَى
رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ حَسَى حَسَوَاتٍ مِنَ مَاءٍ
“Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah
(ruthob) sebelum sholat. Apabila tidak ada yang basah, maka beliau berbuka
dengan kurma kering (tamr). Jika tidak ada juga, maka beliau minum dengan satu
tegukan air”
Setelah berbuka (membatalkan puasa) secukupnya, hendaknya kita bersiap-siap
untuk shalat maghrib.
V.
KAIFIAT HAJI
DAN UMROH
1.
TATA CARA
IBADAH HAJI DAN UMROH SESUAI SUNNAH RASULULLAH
Segala sanjung puji kita haturkan ke hadirat
Allah, Rabb yang kepadaNya kita senantiasa menyembah dan meminta pertolongan.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada kekasih kita, Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
Menunaikan ibadah haji adalah sesuatu yang amat dirindukan oleh setiap umat
Islam, bahkan oleh yang telah menunaikannya berkali-kali sekalipun.Karena itu,
bagi yang dimudahkan Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji tahun ini agar
meng-gunakan kesempatan emas itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, belum tentu
kesempatan menunaikan ibadah haji itu datang kembali. Agar bisa beribadah haji
dengan sebaik-baiknya, sekhusyu'-khusyu'nya dan menjadi haji mabrur, di samping
harus ikhlas kita harus memiliki ilmu yang cukup seputar bagaimana menjalankan
ibadah haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rubrik
ini memberikan pedoman bagaimana menunaikan haji sesuai tuntunan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan kata lain, semuanya berdasarkan Al-Qur'an
dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih, sesuai
pemahaman Salaf (sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in), pemahaman yang
dengannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan kita dalam
memahami agama. Tulisan ini pada awalnya adalah tulisan harian yang dibuat
secara berseri sesuai dengan apa yang harus dilakukan oleh jamaah haji pada
hari itu. Tulisan-tulisan tersebut kemudian dibagikan kepada jamaah haji di
sana dan mendapat tanggapan yang sangat baik dari jamaah haji. Di samping memberikan tuntunan manasik
haji yang benar, rubrik ini juga memperingatkan kita untuk menghindari
pekerjaan-pekerjaan yang bisa merusak ibadah haji, yang ironinya banyak
dilakukan jamaah haji.
Sungguh, banyak orang yang menyesal setelah menunaikan ibadah haji. Menyesal karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu, atau menyesal karena kurang bersungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang amat mulia tersebut, menyesal karena kurang memperhatikan sunnah dsb. Maka, sebelum hal itu terjadi pada diri Anda, bacalah rubrik ini. Insya Allah , dengan demikian Anda akan memiliki bekal sebaik-baiknya dalam menunaikan ibadah haji. Sebagai catatan, hingga saat ini, hampir setiap umat Islam memiliki gambaran bahwa haji adalah ibadah yang sulit dan rumit. Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian dan sistimatika pembahasan buku-buku tentang haji yang beredar selama ini. Belum lagi kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat, misalnya masalah do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.
Insya Allah gambaran bahwa haji itu sulit akan hilang dari benak Anda setelah membaca rubrik ini. Rubrik ini tentu sangat membantu, karena menuntun Anda secara runut apa yang harus Anda lakukan pada hari-hari haji. Misalnya, ketika hari Tarwiyah, Arafah, hari Raya, apa saja yang harus Anda lakukan, Anda bisa baca dalam buku ini, dan demikian seterusnya. Lebih dari itu, rubrik ini akan menuntun Anda menunaikan haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Maka tak berlebihan jika dikatakan, rubrik ini adalah rubrik pedoman haji yang sangat sistimatis, mudah, praktis dan lengkap. Akhir kata, semoga haji kita diterima Allah Subhannahu wa Ta'ala. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
Sungguh, banyak orang yang menyesal setelah menunaikan ibadah haji. Menyesal karena menunaikan ibadah haji tanpa ilmu, atau menyesal karena kurang bersungguh-sungguh dalam beribadah di tempat yang amat mulia tersebut, menyesal karena kurang memperhatikan sunnah dsb. Maka, sebelum hal itu terjadi pada diri Anda, bacalah rubrik ini. Insya Allah , dengan demikian Anda akan memiliki bekal sebaik-baiknya dalam menunaikan ibadah haji. Sebagai catatan, hingga saat ini, hampir setiap umat Islam memiliki gambaran bahwa haji adalah ibadah yang sulit dan rumit. Gambaran itu tak lepas dari cara penyajian dan sistimatika pembahasan buku-buku tentang haji yang beredar selama ini. Belum lagi kesulitan-kesulitan itu memang ada yang sengaja dibuat, misalnya masalah do'a-do'a khusus pada setiap amalan, padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkannya. Juga amalan-amalan tertentu yang tidak ada dasarnya, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang shahih.
Insya Allah gambaran bahwa haji itu sulit akan hilang dari benak Anda setelah membaca rubrik ini. Rubrik ini tentu sangat membantu, karena menuntun Anda secara runut apa yang harus Anda lakukan pada hari-hari haji. Misalnya, ketika hari Tarwiyah, Arafah, hari Raya, apa saja yang harus Anda lakukan, Anda bisa baca dalam buku ini, dan demikian seterusnya. Lebih dari itu, rubrik ini akan menuntun Anda menunaikan haji sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Maka tak berlebihan jika dikatakan, rubrik ini adalah rubrik pedoman haji yang sangat sistimatis, mudah, praktis dan lengkap. Akhir kata, semoga haji kita diterima Allah Subhannahu wa Ta'ala. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya. Amin.
MUQADDIMAH
Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah : "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97). Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah : "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97). Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
Haji diwajibkan dengan lima syarat:
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Baligh
d.
Merdeka
e.
Mampu
f.
Dan bagi
perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang pergi
bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar (bepergian)
lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam: "Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan
mahramnya." (Muttafaq Alaih). Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram
maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah. Syarat kelima yakni mampu, meliputi
kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa tidak mampu dengan hartanya untuk
memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji dan sejenisnya maka ia tidak
berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu secara materil, tetapi tidak mampu
secara fisik dan jauh harapan sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun,
orang yang cacat atau tua renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang
lain. Dan disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri. Kedua
: Allah berfirman: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah:
197). Rafats adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik
artinya berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah berbantah-bantahan
secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada manfaatnya, atau yang
bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats
dan perbuatan fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan
ibunya." (Muttafaq Alaih). "Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah
(peng-hapus dosa) antara keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain
Surga." (Muttafaq Alaih). Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari
terperosok ke dalam maksiat, baik yang besar maupun yang kecil. Seperti
mengakhirkan shalat dari waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu
domba), mencaci dan menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal
(menurunkan atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok,
melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi wanita,
hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain penutup yang
di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan aurat. Dengan
banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji dengan
berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan petugas lalu
lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat thawaf atau ketika
melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya setan. Berusahalah untuk
selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling dari orang-orang bodoh. Usahakan
untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang baik.
Ketiga : Ketika haji, sebagian wanita tidak
mengenakan jubah wanita dan ia berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya.
Terkadang pula ia memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah
sebatas meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru. Lebih
parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di depan
laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa itu adalah
bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa perbuatannya itu
termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda : "Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih
berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih). Sebagian
wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang
membuat laki-laki bisa melihat mereka. Adalah wajib bagi wanita muslimah untuk
bertaq-wa kepada Allah dan membatasi diri dari laki-laki asing (bukan mahram)
dengan mengenakan baju kurung lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan
sesuatu pun dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wanita adalah aurat.
Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan
sanad shahih).
Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti
meletakkan telapak tangan di atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk
melihat. Maknanya sesuai konteks hadits di atas- adalah jika wanita keluar
rumah maka setan mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan
dirinya. Keempat : Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka
haram atasnya sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul) :
a.
Mencabut rambut
b.
Menggunting
kuku
c.
Memakai
wangi-wangian
d.
Membunuh
binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan)
e.
Mengenakan
pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi wanita). Pakaian
berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti baju, kaos, celana
pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos kaki. Adapun sesuatu yang
ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan maka hal itu tidak membahayakan
muhrim (orang yang sedang ihram), seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada
jahitan-nya dsb.
f.
Menutupi kepala
atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi laki-laki), seperti peci, penutup
kepala, surban, topi dan yang sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah
payung, di dalam kemah dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala
jika tidak dimaksudkan untuk menutupinya.
g.
Memakai tutup
muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing (bukan
mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya, namun dengan selain
tutup muka (cadar), misalnya dengan menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan
tangan ke dalam baju kurung.
h.
Melangsungkan pernikahan.
i.
Bersetubuh.
j.
Bercumbu
(bermesraan) dengan syahwat.
k.
Mengeluarkan mani
dengan onani atau bercumbu.
Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan :
1)
Ia melakukannya
tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
2)
Ia melakukannya
untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya
ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
3)
Ia melakukannya
dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu
ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah. Jika yang dilanggar itu
berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu
karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi
kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka
fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan pelanggaran itu boleh memilih
salah satu daripadanya :
a)
Menyembelih
kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh
memakan sesuatu pun daripadanya).
b)
Memberi makan
enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang
sama dengan 1,25 kg.).
c)
Berpuasa selama
tiga hari.
Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini:
Ø
Melangsungkan
pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya.
Ø
Membunuh
binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya
secara sengaja.
Ø
Bersetubuh
(dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja
sebelum tahallul pertama, maka ada lima konsekuensi :
§
Berdosa
§
Hajinya
batal.
§
Ia wajib
menyempurnakan hajinya.
§
Ia wajib
mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
§
Ia wajib
membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'.
Kelima: Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama
adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu' yaitu
ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah selesai
melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari Tarwiyah (tanggal
8 Dzul Hijjah, pen.). Haji ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji
saja, ketika sampai di Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung
melakukan sa'i haji setelah thawaf qudum . Haji qiran yaitu ia melakukan ihram
dengan niat umrah dan haji sekaligus. Pekerjaan orang yang menunaikan haji
qiran sama dengan pekerjaan haji ifrad , kecuali dalam dua hal :
§
Niat.
Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan orang yang
menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara bersamaan).
§
Hadyu
(menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib menyembelih
kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak wajib hadyu
(menyembelih kurban
2.
TATA CARA UMRAH
Ø
Pertama:
Ihram dari miqat. Mandilah lalu usapkanlah minyak wangi ke bagian tubuhmu,
misalnya ke rambut dan jenggot. Jangan mengusapkan minyak wangi ke pakaian
ihram. Jika pakaian ihram terkena minyak wangi maka cucilah. Hindarilah pakaian
yang berjahit. Kenakan selendang dan kain putih, juga sandal. (Payung, kaca
mata, cincin dan sabuk boleh dikenakan oleh orang yang sedang ihram). Adapun
bagi wanita, maka ia mandi meskipun haid, lalu mengenakan pakaian yang ia
kehendaki, tetapi harus memenuhi syarat hijab, sehingga tidak tampak sesuatu
pun dari bagian tubuhnya. Juga tidak berhias dengan perhiasan dan tidak memakai
minyak wangi serta tidak menyerupai laki-laki. Jika Anda tidak mampu berhenti
di miqat seperti yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang maka mandilah
sejak di rumah, lalu jika telah mendekati miqat mulailah ihram dan ucapkanlah:
"Labbaika 'Umratan" artinya : "Aku penuhi panggilanMu untuk
menunaikan ibadah umrah." Jika Anda khawatir tidak bisa menyempurnakan
ibadah haji karena sakit atau lainnya maka ucapkan: "Fa in habasanii
haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya : "Jika aku terhalang
oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau
menahanku." Lalu mulailah mengucapkan talbiyah hingga sampai ke Makkah.
Talbiyah hukumnya sunnah mu'akkadah (ditekankan), baik untuk laki-laki maupun
wanita. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mengeraskan suara talbiyah, dan tidak
bagi wanita. Talbiyah yang dimaksud adalah ucapan: "Labbaika Allahumma
labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal
mulka, laa syariika laka" "Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku
penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi
panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu,
tidak ada sekutu bagiMu." Disunnahkan mandi sebelum masuk Makkah, jika hal
itu memungkinkan.
Peringatan :
§
Sebagian
orang mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna
tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar! Sungguh
tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus dikenakan.
§
Talbiyah
yang dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan
oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada contohnya
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang
sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah
sendiri-sendiri.
§
Tidak
diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita mengenakan terus
pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya, tetapi dibolehkan ia
menggantinya kapan dia suka.
§
Hendaknya
setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab sebagian
laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain, misalnya ketika duduk
atau tidur, sedang dia tidak merasa.
§
Sebagian
wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama masih
dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya. Di antara
dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha: "Dahulu ada
kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah
seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah
lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad
hasan). Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata: "Kami
menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir
rambut ketika ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini
shahih).
Ø
Kedua:
Jika Anda telah sampai di Masjidil Haram, dahulukanlah kaki kananmu dan ucapkan
(do'a): 'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada
Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung
kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta
KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan
ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
Ø
Ketiga:
Lalu mulailah melakukan thawaf dari hajar aswad (dan atau dari tempat yang
searah dengannya, pen.), kemudian menghadaplah kepadanya dan ucap-kan, 'Allahu
Akbar' (Allah Mahabesar), lalu usaplah hajar aswad itu dengan tangan kananmu
kemudian ciumlah. Jika Anda tidak mampu menciumnya maka
usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf. Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad. Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a: "Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka." Dalam thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik.
usaplah hajar aswad itu dengan tanganmu atau dengan lainnya, lalu ciumlah sesuatu yang dengannya Anda mengusap hajar aswad. Jika Anda tidak mampu melaku-kannya, maka jangan mendesak orang-orang (untuk mencapainya), tetapi berilah isyarat kepada hajar aswad dengan tanganmu sekali isyarat (dan jangan Anda cium tanganmu). Lakukan hal itu dalam memulai setiap putaran thawaf. Berthawaflah tujuh kali putaran dengan menjadi-kan Ka'bah di sebelah kirimu. Lakukan raml (jalan cepat dengan memendekkan langkah) pada tiga putaran pertama dan berjalanlah (biasa) pada putaran berikut-nya. Dalam semua putaran thawaf tersebut lakukanlah idhthiba' (meletakkan pertengahan kain selendang di bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri). Raml dan idhthiba' tersebut khusus bagi laki-laki dan hanya dilakukan pada thawaf yang pertama. Atau thawaf umrah bagi orang yang menger-jakan haji tamattu' dan thawaf qudum bagi orang yang melakukan haji qiran dan ifrad. Jika Anda telah sampai ke Rukun Yamani maka usaplah dengan tanganmu jika hal itu memungkinkan-, tetapi jangan menciumnya. Jika tidak bisa mengusapnya maka jangan memberi isyarat kepadanya. Dan disunnahkan ketika Anda berada di antara Rukun Yamani dan hajar aswad membaca do'a: "Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka." Dalam thawaf, tidak ada do'a-do'a khusus dari tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain do'a di atas, tetapi memang disunnahkan memperbanyak dzikir dan do'a ketika thawaf (do'a apa saja yang dikehendaki, pen.). Jika Anda membaca ayat-ayat Al-Qur'an ketika thawaf, maka itu adalah baik.
Peringatan :
§
Bersuci
adalah syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan
thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
§
Jika di
tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti
shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf Anda
dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak Anda, sebab
menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.
§
Jika
Anda perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke
lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak
mengapa.
§
Jika
Anda ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda
yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah
melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali, tetapi jika
Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan tersebut. Sebagian
Haji melakukan idhthiba' sejak awal me-makai pakaian ihram dan tetap seperti
itu dalam seluruh manasik haji. Ini adalah keliru. Yang disyari'atkan adalah
hendaknya ia menutupi kedua pundaknya, dan tidak melakukan idhthiba' kecuali
ketika thawaf yang pertama, sebagaimana telah disinggung di muka.
Ø
Keempat :
Jika Anda selesai dari putaran ketujuh, saat mendekati hajar aswad, tutuplah
pundakmu yang kanan, kemudian pergilah menuju maqam Ibrahim, jika hal itu
memungkinkan, lalu ucapkanlah firman Allah : "Dan jadikanlah sebagian
maqam Ibrahim tempat shalat." (Al-Baqarah: 125). Jadikanlah posisi maqam
itu antara dirimu dengan Ka'bah, jika memungkinkan, lalu shalatlah dua rakaat.
Pada raka'at pertama Anda membaca, setelah Al-Fatihah- surat Al-Kafirun dan
pada raka'at kedua surat Al-Ikhlash .
Peringatan :
Shalat dua raka'at thawaf hukumnya sunnah dikerjakan di belakang maqam
Ibrahim, tetapi melaku-kannya di tempat mana saja dari Masjidil Haram juga
dibolehkan. Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah
shalat di belakang maqam Ibrahim pada saat orang penuh sesak, sehingga dengan
demikian menyakiti orang lain yang sedang thawaf. Yang benar, hendaknya ia
mundur ke belakang sehingga jauh dari orang-orang yang thawaf, dan hendaknya ia
menjadikan posisi maqam Ibrahim antara dirinya dengan Ka'bah, atau bahkan boleh
melakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Ø
Kelima :
Selanjutnya pergilah ke zam-zam dan minumlah airnya. Lalu berdo'alah kepada
Allah dan tuangkan air zam-zam di atas kepalamu. Jika memung-kinkan, pergilah
ke hajar aswad dan usaplah.
Ø
Keenam:
Lalu pergilah menuju Shafa, dan ketika telah dekat bacalah firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah."
(Al-Baqarah: 158).Kemudian ucapkanlah: "Kami memulai dengan apa yang
dengannya Allah memulai." Kemudian naiklah ke (bukit) Shafa dan
menghadaplah ke Ka'bah lalu bertakbirlah tiga kali dan ucapkan: "Tiada
sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya
segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang
menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan
golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun. "Ulangilah
dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdo'alah pada tiap-tiap selesai
membacanya dengan do'a-do'a yang Anda kehendaki.
Ø
Ketujuh:
Kemudian turunlah untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah. Bila Anda
berada di antara dua tanda hijau, lakukanlah sa'i dengan berlari kecil (khusus
untuk laki-laki dan tidak bagi wanita). Jika Anda telah sampai di Marwah,
naiklah ke atasnya dan menghadaplah ke Ka'bah, kemudian ucapkan sebagaimana
yang Anda ucapkan di Shafa. Demikian hendaknya yang Anda lakukan pada putaran
berikut-nya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu kali putaran dan
kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali putaran hingga sempurna
menjadi tujuh kali putaran. Karena itu, putaran sa'i yang ke tujuh berakhir di
Marwah. Tidak ada dzikir (do'a) khusus untuk sa'i, karena itu perbanyaklah
dzikir dan do'a serta membaca Al-Qur'an.
Peringatan:
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang :
Ada dua bid'ah saat thawaf dan sa'i yang tersebar di sebagian orang :
§
Terpaku
dengan do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam
buku-buku kecil.
§
Jama'ah
haji berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan)
dengan koor (satu suara) dan keras.
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
Para Haji hendaknya mewaspadai kedua bid'ah di atas, sebab tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah seorang sahabatnya .
Ø
Kedelapan:
Jika selesai mengerjakan sa'i cukurlah rambut Anda (sampai bersih) atau
pendekkanlah. Bagi orang yang menunaikan umrah, mencukur (gundul) rambut adalah
lebih utama, kecuali jika waktu haji sudah dekat, maka memendekkan rambut lebih
utama, sehing-ga mencukur (gundul) rambut dilakukan pada waktu haji. Dan tidak
cukup memendekkan rambut hanya beberapa helai pada bagian depan kepala dan
bela-kangnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji, tetapi
hendaknya memendekkan tersebut dilakukan pada seluruh rambut atau pada sebagian
besarnya. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan
mengambil daripadanya kira-kira seujung jari. Jika rambutnya keriting (tidak
sama panjang ujungnya) maka harus diambil dari tiap-tiap kepangan (genggaman). Jika
hal di atas telah Anda lakukan, berarti Anda telah menyelesaikan umrah. Dan
segala puji adalah milik Allah semata.
Peringatan:
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
Termasuk kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama'ah Haji adalah mengulang-ulang umrah ketika sampai di Makkah. Yang demikian itu bukanlah tun-tunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bukan tuntunan para sahabatnya . Seandainya pun di dalamnya ada keutamaan, tentu mereka telah melakukannya mendahului kita.
Hari tarwiyah adalah hari kedelapan dari bulan Dzul Hijjah. Disebut
demikian karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air
untuk (persiapan ibadah) selanjutnya. Pekerjaan-pekerjaan pada hari tarwiyah: Disunnahkan
bagi orang yang menunaikan haji tamattu' untuk melakukan ihram haji pada hari
tersebut, yakni dari tempat di mana ia singgah. Maka, hendaknya ia mandi dan
mengusapkan wewangian di tubuhnya, tidak mengenakan kain yang berjahit, dan ia
ihram dengan selendang, kain dan sandal. Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia
mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak
menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos
tangan. Selanjutnya Anda mengucapkan: (Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan
ibadah haji). Jika ditakutkan ada halangan maka Anda disunnahkan memberi syarat
dengan mengucapkan: "Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat
(tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku." Selanjutnya ucapkanlah
talbiyah:
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu, aku penuhi
panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu.
Sesungguh-nyasegala puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada
sekutu bagiMu." Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan
mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Pada malam ini Anda disunnahkan bermalam di Mina. Dan di Mina, Anda disunnahkan
menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya' dan Shubuh pada hari Arafah,
semuanya dilakukan dengan qashar, tanpa jama'. Setiap Haji hendaknya memanfaatkan
waktu-waktu luangnya untuk sesuatu yang bermanfaat. Seperti mendengarkan
ceramah agama, membaca Al-Qur'an, membaca buku tentang manasik haji dsb. HARI
ARAFAH Jika matahari terbit pada hari Arafah (hari kesembilan dari bulan Dzul
Hijjah), maka setiap Haji berangkat dari Mina ke Arafah, seraya
mengumandang-kan talbiyah atau takbir. Hal itu sebagaimana telah dilakukan oleh
para sahabat , sedang mereka bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ; ada
yang mengumandangkan talbiyah dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengingkarinya, ada yang bertakbir dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga
tidak mengingkarinya. Jika matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur
dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat,
imam menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji,
pen.). Setelah shalat, setiap Haji menyibukkan diri dengan dzikir, do'a dan
merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sebaiknya berdo'a dengan
mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat hingga terbenamnya matahari.
Demikian seperti yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena itu,
setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya
ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada
Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya. Para Haji, di bawah ini beberapa
nash yang menunjukkan keutamaan hari Arafah:
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka kehendaki?'" (HR. Muslim). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka kehendaki?'" (HR. Muslim). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
Peringatan :
§
Hendaknya
setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah.
Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar yang
ada di sekeliling Arafah.
§
Masjid
Namirah tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di
wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar Arafah
(bagian depan masjid).
§
Sebagian
orang mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal Rahmah, pen.)
memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
§
Sebagian
Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju Muzdalifah sebelum
tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib adalah tinggal di Arafah
hingga tenggelamnya matahari.
Komentar
Posting Komentar